Sunday, April 29, 2007

Melanjutkan kehidupan Islam


Ajaran islam dan ayat-ayat alquran telah turun dengan lengkap. Ajaran islam baik mabda(ide),manhaj atau thariqoh,beserta syariat-syariatnya baik ubudiyah maupun muammalah yang mengatur setiap individu, telah diturunkan secara sempurna.Seluruh ayat-ayat alquran,baik perintah maupun larangan pun juga telah diturunkan secara lengkap,dan hanya Islamlah satu-satunya pandangan hidup atau agama yang diridhoi oleh allah swt.Allah swt berfirman: QS.almaidah[5]:3 Sehinga pendapat yang mengatakan bahwa alquran dulu diturunkan secara berangsur angsur dan sedikitdemi sedikit ,tidak turun sekaligus dan melalui proses bertahap, oleh sebab itu kita boleh melaksanakan perintah dan larangan allah secara bertahap,sedikit demi sedikit,sedikit lebih baik dari pada tidak sama sekali. Pendapat ini terkadang mengabaikan sementara ajaran islam yang dipandangnya tidak sesuai dengan kondisi,realita dan pandangan akal dan nafsunya,lebih dari itu minus dalil. Allah juga berfirman: QS.al-an’am[6]:115 Allah swt.saat menurunkan hukum-hukum berdasarkan peristiwa-peristiwa yang terjadi adalah untuk memperkuat dan memeperteguh hati dan keimananan.Ayat yang pertama kali turun adalah masalah iman,kemudian tentang surga adan neraka.setelah itu halal dan haram. Hal ini bukan berarti mengambil sebagian islam dan meninggalkan sebagian yang lain.Saat itu kaum muslim bertanggung jawab sebatas ayat-ayat alquran yang telah turun,sedangkan ayat-ayat yang berkaitan dengan hukum belum turun,maka kaum muslimin saat itu bertanggung jawab terhadap islam seluruhnya,akan tetapi masih sebatas pada apa yang telah dijelaskan nash-nash syara.(Mahmud,1995) Umat islam diwajibkan untuk melaksanakan perintah dan larangan allah yang telah diturunkan dalam alquran. QS.al hasyr[59]:7 Kaum muslimin bertanggung jawab terhadap perintah-perintah dan hukum hukum yang berkaitan dengan individu muslim dalam setiap keadaan,baik disitu institusi islam telah ada maupun tidak.Sedangkan perintah-perintah allah yang pelaksanaannya di bebankan kepada institusi tersebut, tetap menjadi beban ummat selama belum adanya institusi yang dapat melaksanakan urusan kaum muslimin secara keseluruhan.Inilah semua hal-hal yang telah terbeban dan muslim telah terkena hukum untuk melaksanakannya baik itu wajib,sunnah,makruh ataupun mubah. Dalam hal ini perintah dan larangan Allah yang hukumnya wajib maka ditinggalkan dan dilaksanakan sepenuhnya, tidak ada lagi yang namanya “melihat ke belakang” seperti:contoh turunnya ayat yang melarang minum khamar,dengan alasan karena dulu turun secara bertahap,maka kita boleh meminumnya sesuai dengan kondisi dan tahapan tertentu. Ajaran islam tidak bisa di amalkan sebagian- sebagian Tidak bisa hanya memilih perintah-perintah allah yang mudah dan ringan-ringan saja.Kita sebagai umat islam yang telah berani bersaksi bahwa tiada tuhan selain allah dan mengakui bahwa Muhammad utusan Allah,juga harus berani mengambil perintah dan larangan Allah dan rasulnya secara keseluruhan,tidak bisa mengamalkan ajaran yang satu seraya meninggalkan ajaran yang lainnya,atau mengamalkan sebagian amalan yang wajib dan berfokus pada hal yang sunnah-sunnah saja(nafilah dan mandubaat),itu pun yang dipandang mudah dan ada manfaatnya bagi dirinya Atau menekankan hal-hal yang sunnah dan mubah menjadi seakan-akan wajib. Atau mengambil sebagian yang mudah dari ajaran agama,sementara yang wajib diamalkan berdasarkan hawa nafsunya dan bertindak sekehendak hatinya,atau disaat ajaran islam dipandang membahayakan existensi diri dan kehormatannya maka dia berpendapat boleh meningggalkan dulu sebagian yang lainnya karena kondisinya berubah.Perintah Allah yang hanya dapat dilaksanakan bertahap-tahap hanyalah pada perkara yang hukumnya sunnah saja,salah satu contohnya amalan untuk meningkatkan syakhsiyah islam(kepribadian muslim);sholat sunnah,tahajjud,membaca quran,sedeqah,dsb. Sedangkan perkara wajib,maka tidak ada kompromi di dalamnya.wajib harus dilaksanakan. Tidak bisa menjauhi larangan-larangan yang masuk akal,dan ada manfaatnya saja. Berbahanya memandang setiap amal perbuatan hanya dari segi manfaatnya adalah,disaat suatu perintah wajib yang lain menuntutnya untuk mengerjakannya, tetapi dipandang tidak ada manfaatnya, maka seketika dia tidak mau melaksanakannaya,dan tentu dia akan terkena “haram”,dan nanti akan dihisab oleh Allah swt. Selain itu pandangan seperti ini akan cenderung menghalalkan perkara yang diharamkan oleh allah swt.Dalam context perjuangan islam salah satunya contohnya adalah dengan dalih untuk kemashalatan ummat segala hal yang haram ditempuh juga. Sebagai contoh: QS:Ali imran[2:]? Jangan memberikan Wala(pertolongan,bersahabat)dengan orang kafir seraya mengabaikan kaum muslimin,Walaa tattaahizul mukminiinal kafiriina awliaa’a mindunil mukiminin,diabaikan dengan dalih “Nanti dulu saja,kita kan belum kuat”,atau” nanti kita nggak diberi bantuan dan pinjaman dari mereka”, nanti rakyat kita nggak bisa sekolah keluar negeri,nanti kita tidak dapat teknologi,dll. sedang kita dituntut untuk berani kepada orang yang memusuhi islam,apa lagi secara terang-terangan.Allah swt berfirman: Ali imran[2:175] Karena itu ,janganlah kalian takut kepada mereka,tetapi takutah kepadaku,jika kalian orang-orang yang beriman. Atau ayat:Annisa[138-139] Mereka menempuh jalan yang melanggar aturan allah,dan manfaat Untuk menegakkan Izzah islam,bukan dengan menempuh ajaran dan perintah allah yang penuh izzah untuk mendapatkan keberkatan dan keridoannya sekaligus memetik manfaatnya ada atau tidak.Kita umat islam yang yakin akan pertolongan allah percaya, dimana disitu ada keatatan kepada peraturan dan perintah allah maka situlah ada kemulyaan dan keberkatan yang nantinya akan datang dengan melimpah ruah,bukan dengan meninggalkan petunjuk allah dengan dalih untuk adanya maslahat atau tidak sengan menerapkannaya. Kesalahan pandangan yang mengatakan bahwa islam harus diterapkan secara bertahap. Mulai dari amalan yang kecil ke amalan yang besar. Pandangan yang mengatakan bahwa Ajaran islam itu sebaiknya diterapkan secara bertahap,mulai dari hal-hal yang kecil baru ke yang besar,mulai dari individu dulu baru kemudian boleh kita meyebarkan islam dan mendirikan islam ke level yang lebih tinggi.Penganut pandangan ini adalah yang hanya menurutkan akal dan kata hatinya saja.Pandangan ini tidak dapat diterapkan sama sekali dalam melaksanakan perintah yang wajib dan larangan yang haram,karena nantinya kita akan cenderung untuk meninggalkan sebagian yang wajib,dan melaukan sebagian yang haram dengan dalih”penerapan secara bertahap”.dalam hal ini kita tetap terbeban hukum berdosa, saat kita tidak melaksanakan yang wajib atau melaksanakan yang haram.Allah swt akan tetap menghisabnya di yaumil akhir terlepas apakah kita mampu melaksanakan yang wajib dan meninggalkan yang haram atau tidak.Bayangkan jika kita menerapkan ide secara bertahap pada prilaku pembunuhan, “Akh saya baru membunuh tiga orang kemarin saya membunuh empat orang”, baru bisa meninggalkan zina sekali dalam sebulan dari dua kali sebulan,karena masih hidup di negeri kufur,baru bisa tidak mencuri selama dua hari kemarin tiap hari,atau mencuri hanya sedikit kemarin banyak dengan alasan hidup di lingkungan pencuri,baru bisa sholat maghrib dulu aja,karena sibuk,baru bisa puasa tiga hari saja bulan ramadhan ini,dengan dalih tertentu, baru bisa meninggalkan haram ini dan itu,hingga seterusnya,karena tabi’at manusia akan menurutkan hawa na fsunya jika tidak ada pengatur dari yang maha pencipta yang serba tahu akan perintah dan larangan yang terbaik,karena Dia sendiri yang menciptakannya,yaitu Allah swt. Pandangan mengutamakan ide penerapan islam islam secara bertahap ini hanya bisa dilakukan atas perkara-perkara yang selain wajib dan haram,karena kita tidak terkena dosa saat meninggalkan dan mengerjakannya atau bahkan menunda sebagiannya.Sebagai contoh hukum yang mandubat(sunnah),atau yang bersifat untuk pembinaan dan peningkatan amal-amal syakhsiyah islamiyah(kepribadian muslim)seperti bertahapnya dalam melakukan peningkatan sholat sunnah rawatib(tetapi yang wajibnya telah sempurna),meningkatkan puasa sunnah yang dari seminggu sekali menjadi dua kali seminggu dengan puasa ramadhan yang full terkecuali udzur,meningkatkan membaca Al-quran,meningkatkan hafalan-hafalan quran,meningkatkan frequensi sholat tahajjud, dan amalan-amalan sunnah yang lainnya termasuk berusaha sekuat tenaga dan bertahap menghindari perkara-perkara yang makruh dan subhat. Adapun dalam melaksanakan amal-amal perbuatan harus ada prioritas dari yang wajib,sunnah,mubah,makruh.tidak sebaliknya berfokus pada hal-hal yang dihukum mubah,dan sunnah seraya melalaikan yang wajib.Penerapan islam yang kaffah,menjadikan setiap individu dapat mengamalkan islam sesuai dengan standar minimal amal perbuatan yang di ridhoi oleh allah swt,sehingga setiap individu-individu akan diberi suasana yang membawa dan membakar semangatnya untuk berlomba-lomba menjalankan perintah Allah swt,untuk meningkatkan kedekatan dan keataatannya kepada allah dengan kepribadian muslim yang sempurna, baik itu sunnah ataupun bahkan sampai meninggalkan perkara-perkara yang dianggap makruh dan subhat oleh dirinya.Individu akan senantiasa concern untuk mendekatkan diri kepada allah karena Aqidah,akal,harta,jiwanya,keturunannya senantiasa terjaga oleh daulah islam yang diterapkan mencakup seluruh aspek kehidupan tanpa terkecuali,begitu juga dengan hal dakwah islam,tidak juga dilakukan secara bertahap dulu sebagai contoh’’ berawal dari dakwah Hati ’’dulu.Dakwah Islam untuk melanjutkan kehidupan Islam tidak cukup dengan membentuk pribadi-pribadi yang baik. Lebih dari itu, dakwah Islam mutlak dilakukan secara komprehensif. Membatasi dakwah dengan batas tertentu sebagai contoh hanya dengan’’dakwah nasehat dan hati” hanya akan memproduksi pribadi-pribadi yang mencapai ketenangan dan ketenteraman individual, tanpa menghasilkan kebangkitan umat secara keseluruhan(kurnia,2001). Bahkan, prioritas dakwah untuk mengubah kehidupan jahiliah menjadi kehidupan Islam menjadi terabakan.[ Wallahua’lam]

ASAS KEBANGKITAN PERADABAN

Pada awal pagi
Dia mendaki gunung
mencari kayu api
Sehingga larut malam
Dia menganyam selipar (daripada jerami padi)
Sambil berjalan
Dia tidak pernah berhenti membaca

Puisi itu mengisahkan seorang pemuda Jepang bernama Kinjiro Ninomiya yang hidup pada awal abad ke-20. Kegigihannya dalam memburu ilmu menjadi inspirasi masyarakat Jepang. Oleh pemerintah Jepang, semangat Kinjiro itu kemudian disebarkan dalam bentuk buku teks moral, tugu peringatan, dan lagu-lagu. Semangat inilah yang banyak memberi inspirasi masyarakat Jepang untuk mengejar ilmu pengetahuan dan kemudian tampil sebagai salah satu peradaban besar. Pada abad-abad ke-19, masyarakat Jepang dikenal sebagai masyarakat “haus ilmu”. Budaya itu telah membangkitkan Jepang menjadi kekuatan dunia dalam bidang sains, teknologi, dan ekonomi yang mengagumkan pada masa-masa berikutnya. Banyak ilmuwan Barat heran, bagaimana bangsa yang dikalahkan dan dihancurkan dalam Perang Dunia II itu kini mampu mengalahkan Barat dalam berbagai bidang. Profesor Ezra Vogel dari Harvard University, merumuskan, bahwa kejayaan Jepang ialah berkat kepekaan pemimpin, institusi, dan rakyat Jepang terhadap ilmu dan informasi dan kesungguhan mereka menghimpun dan menggunakan ilmu untuk faedah mereka.Jepang telah menempatkan ilmu dalam posisi penting sejak Zaman Meiji (1860-an-1880-an). Pada akhir 1888, dikatakan, terdapat sekitar 30.000 pelajar yang belajar di 90 buah sekolah swasta di Tokyo. Sekitar 80 persennya berasal dari luar kota. Pelajar miskin diberi beasiswa. Sebagian mereka bekerja paroh waktu sebagai pembantu rumah tangga. Namun mereka bangga dan memegang slogan: “Jangan menghina kami, kelak kami mungkin menjadi menteri!” Para pelajar disajikan kisah-kisah kejayaan individu di Barat dan Timur. Contohnya, buku Yukichi Fukuzawa, berjudul Galakkan Pelajaran pada tahun 1882 terjual 600.000 naskah. Buku ini antara lain menyatakan: “Manusia tidak dilahirkan mulia atau hina, kaya atau miskin, tetapi dilahirkan sama dengan yang lain. Sesiapa yang gigih belajar dan menguasai ilmu dengan baik akan menjadi mulia dan kaya, tetapi mereka yang jahil akan menjadi papa dan hina.”Paparan menarik tentang budaya ilmu dan kebangkitan bangsa Jepang ini disajikan dengan ringkas dan padat oleh penulis buku ini. Penulisnya,
Prof. Dr.Wan Mohd. Nor Wan Daud, seorang guru besar di International Institut of Islamic Thought and Civilization—International Islamic University Malaysia (ISTAC-IIUM). Jepang hanya satu contoh, bagaimana bangsa kecil ini mampu bangkit dengan menjadikan budaya ilmu sebagai asasnya. Bom sekutu yang meluluhlanttakan beberapa kotanya terbukti tidak mampu menghentikan kebangkitan bangsa ini di dunia sains dan ilmu pengatahuan. Buku ini menarik, karena bukan hanya menyajikan konsep ilmu dan budaya ilmu dalam tataran normatif. Telaah historis dan perbandingan konsep budaya ilmu antar berbagai peradaban disajikan dengan gamblang, seperti budaya ilmu dalam masyarakat Yunani, Cina, India, Yahudi, Barat, dan Islam dipaparkan dengan kemas. Dalam tradisi Yunani, misalnya, seperti dikatakan Robert M. Huchins, bekas Presiden dan conselor University of Cicago, bahwa di Athens: “pendidikan merupakan matlamat (tujuan.pen.) utama masyarakat. Kota raya mendidik manusia. Manusia di Athens dididik oleh budaya, oleh paideia.” Meskipun terbilang kecil dan tidak memiliki tentara yang kuat, peradaban Yunani berpengaruh besar terhadap masyarakat Romawi dan kemudian juga peradaban Barat. Namun, meskipun berbudaya ilmu, masyarakat Yunani mengabaikan akhlak – ciri budaya ilmu yang berbeda dengan budaya lmu dalam Islam. Demonsthenes, seorang filosof Yunani, mengungkap pandangan kaum cerdik pandai tetapi pintar menjustifikasi amalan tidak berakhlak: “Kami mempunyai institusi pelacuran kelas tinggi (courtesans) untuk keseronokan (keindahan. Pen.), gundik untuk kesihatan harian tubuh badan, dan istri untuk melahirkan zuriat halal dan untuk menjadi penjaga rumah yang dipercayai.” Bangsa Yahudi sudah dikenal luas menghargai budaya ilmu. Ilmuwan-ilmuwan Yahudi seperti Einstein, Baruch Spinoza, Sigmund Freud, Karl Marx, memiliki pengaruh besar dalam ilmu pengetahuan dan peradaban manusia. Budaya keilmuan di Barat juga menarik dicermati. Setelah terlepas dari cengkeraman kekuasaan Geraja dan memasuki zaman baru (renaissance), bermunculan ilmuwan-ilmuwan Barat yang memiliki pengaruh besar dalam tradisi keilmuan seperti Galileo Gelilei (m. 1642), Charles Darwin (m. 1882), Marie Curie (m. 1934), dan sebagainya. Kini, dunia Barat tetap memberikan perhatian besar terhadap masalah keilmuan. Berbagai pusat kajian ilmu dibangun. Untuk memahami dunia Timur (Asia-Afrika) mereka membangun pusat-pusat kajian dan bidang kajian yang dikenal sebagai “Orientalisme”. Berbagai daya upaya dan biaya dikeluarkan untuk menguasai bahan-bahan literatur, baik buku, manuskrip, majalah, risalah tentang dunia Timur (termasuk dunia Islam). Penguasaan bahasa Arab, Parsi, Turki, Urdu, dan sebagianya juga digalakkan. Bagaimana dengan dunia Islam? Penulis buku ini dikenal sebagai pendukung kuat konsep “Islamisasi”. Berbagai buku dan artikelnya – yang biasanya ditulis dalam bahasa Inggris -- tentang pemikiran dan pendidikan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Malaysia, Indonesia, Bosnia, Turki, Farsi, Rusia, dan Jepang. Salah satu bukunya, The Educational Philosophy and Practice of Syed Muhammad Naquib al-Attas: An Exposition of the Original Concept of Islamization, tahun 2003 ini juga diterbitkan di Indonesia dan Russia. Islam, menurut penulis, memiliki akar konsep dan budaya yang kuat dalam pengembangan tradisi dan budaya ilmu. Prof. Hamidullah, misalnya, menunjukkan, bahwa kebanyakan ayat-ayat al-Quran yang berkaitan dengan aspek keilmuan, justru diturunkan di Mekkah. Berbagai hadith Nabi Muhammad saw menekankan pentingnya kedudukan ilmu dalam Islam. Para sahabat Nabi juga dikenal sebagai orang-orang yang haus akan ilmu. Kata Muadh bin Jabal: “Ilmu adalah ketua bagi amal; amal menjadi pengikutnya.” Salah satu sabda Nabi saw yang sangat popular adalah: “Menuntut ilmu adalah satu kewajiban ke atas Muslim dan muslimat.” Budaya ilmu di dalam Islam memang khas. Konsep pembagian ilmu menjadi “ilmu fardhu ain” dan “fardhu kifayah”, misalnya, tidak dikenal dalam konsep peradaban lain. Umur manusia yang terbatas tidak memungkinkan manusia mengejar semua ilmu. Maka, perlu dipelajari ilmu-ilmu yang bermanfaat. Sebab, ujung dari pengejaran ilmu adalah pengenalan Tuhan dan pengabdian kepada-Nya. Dalam konteks inilah bisa dipahami makna ayat Quran: ”Hanyasanya hanya mereka yang berilmu yang takut kepada Allah.” Satu konsep menarik yang diajukan penulis adalah konsep “integratif” – disamping konsep “Islamisasi”. Penulis mengkritik keras konsep “spesialisasi sempit” yang membutakan ilmuwan dari khazanah keilmuan bidang-bidang lain. Ia menekankan perlunya menjelmakan sifat keilmuan yang multi-disciplinary dan inter-disciplinary. Spesialiasi yang membutakan terhadap bidang lain, menurut Jose Ortega Y, filosof Spanyol yang berpengaruh besar selepas Nietszche, telah melahirkan “manusia biadab baru” (a new barbarian). Tradisi keilmuan dalam Islam tidak mengenal sifat “spesialisasi buta” seperti ini. Ilmuan-ilmuwan Islam dulu dikenal luas memiliki penguasaan di berbagai bidang. Pada akhir bukunya, penulis membuktikan, bahwa konsep budaya ilmu dalam Islam telah diterapkan dalam institusi pendidikan yang praktis di ISTAC. Meskipun menekankan “keunikan” budaya ilmu dalam Islam dan mengajukan konsep “Islamisasi ilmu-ilmu semasa (kontemporer)”, Prof. Wan Mohd Nor mengimbau kaum Muslim tidak apriori terhadap ilmu-ilmu yang berasal dari peradaban di luar Islam. Meskipun mengkritik keras berbagai aspek konsep dan budaya ilmu dalam peradaban Barat, yang diilhami oleh semangat sekular, penulis mengajak kaum Muslim untuk mengakui, bahwa banyak ilmuwan Barat yang gigih dan bersungguh-sungguh dalam mengejar ilmu, dan banyak juga iktibar dan kebaikan dapat diperolehi dari mereka.Meskipun tidak terlalu tebal, buku ini ditulis dengan standar ilmiah yang tinggi, lengkap dengan referensi, catatan belakang, dan indeks, sehingga memudahkan pembaca untuk menjadikannya sebagai rujukan. “Sayangnya”, buku ini masih ditulis dalam bahasa Malaysia, meskipun penerbitnya juga memasarkannya di Indonesia, melalui kerjasama dengan penerbit Media Dakwah. Sejumlah istilah bisa menimbulkan salah paham, seperti “seronok”, “bandar”, dan sebagainya. Jumlahnya memang tidak banyak. Dengan bahasa ini pun, pembaca Indonesia akan cukup mudah memahami pesan buku ini. Akhirul kalam, sebagai bangsa yang sedang “menggeliat” dalam keterpurukan yang berkepanjangan, buku ini sangat baik untuk bahan renungan tentang sejarah dan perjalanan bangsa Indonesia. Apakah budaya ilmu yang melandasi sejarah dan arah perjalanan bangsa Indonesia, atau budaya yang berlawanan, yaitu “budaya jahil”. Jika terlalu banyak dana dihamburkan untuk membangun patung, monumen, pelesiran, dan berbagai fasilitas hiburan, dibandingkan anggaran pendidikan, itu diantara pertanda bahwa budaya ilmu masih jauh dari tradisi bangsa itu. Dan sejarah menunjukkan, budaya jahil tidak pernah membangkitkan satu peradaban. Wallahu a’lam. (KL, 8 Desember 2003).

Friday, April 20, 2007

Indahnya Memaafkan

Jum'at, pukul 12. 00:
Di masjid sebelah kantor, aku menyimak dengan seksama seorang khotib berceramah tentang kesabaran seorang Nabi Ayyub 'alaihissalam.
Fragmen kehidupan yang mengajarkan bagaimana menyikapi suatu ujian tanpa harus berteriak lantang "Engkau begitu kejam Tuhan, mengapa?"
Karena kesemuanya, didasari kesadaran dan ketundukan, yang membuat kata kesabaran tiada memiliki garis batas hingga "Sang Pembuat Mekanisme Ujian" memisahkan antara ruh dan jasad makhluk-Nya
Jum'at, pukul 12. 15:
Di tengah sholat jum'at, ditingkah suara syahdu imam sholat membacakan beberapa ayat al-qur'an, tiba -tiba cairan hangat memenuhi kelopak mata, entah mengapa.....
Jum'at, pukul 14. 00:
" Mas, minta tolong spanduknya diambilkan jam setengah tiga ya, karena saya sudah balik ke lamongan. Kemarin janji pembuatnya harusnya spanduk itu selesai sebelum jum'at, tolong ya... " nyaring terdengar suara salah seorang temanku dalam suatu kepanitiaan di ujung telepon
"Ok, Insya Alloh, nanti sepulang kerja saya ambil......" jawabku
Jum'at, pukul 15. 00:
"Maaf Mas, spanduknya belum jadi, nanti ya jam setengah lima, ini lagi banyak pesenan juga mas, gimana?" kata seorang wanita umur tiga puluhan, isteri sang pembuat spanduk
Ini sudah yang kesekian kali pemesanan spanduk, di tempat yang sama, tidak tepat waktu. Aku mengatur nafasku, mencoba untuk tidak marah, betapa pun rencananya sesegera mungkin aku berangkat naik bus ke lamongan.
"Ok mbak, saya tunggu sampai jam setengah lima, tapi tolong diantar ke kantor saya di alamat ini " pintaku sembari menyodorkan selembar kertas yang berisi alamat kantorku
" Aku maafkan Ya Robb, sekalipun entah ini yang keberapa kali orang itu tidak menepati janjinya " gumamku mencoba mengalihkan amarahku dengan doa-doa lirihku dalam perjalanan kembali ke kantor
Jum'at, Pukul 17. 00:
Hujan deras mengguyur kota surabaya, aku panik, hingga tiba-tiba HP ku berdering.
" Maaf mas, ini masih dalam perjalan, di sini hujan lebat, tungguin ya......" suara memelas isteri pembuat spanduk mengabarkan keterlambatan-untuk yang kesekian kalinya-mengantarkan spanduk
"Ok, gak papa mbak, saya tunggu...." jawabku mulai merasa iba
Jum'at, setelah sholat maghrib:
Hujan masih begitu deras, memandikan bumi, aku semakin panik, bukan saja karena spanduk yang belum datang, tetapi karena jam segitu angkutan menuju ke terminal Oso Wilangun sudah tidak ada lagi, padahal malam itu aku harus tiba di lamongan untuk menyiapkan talkshow esok hari
Aku membuka mushaf-ku, membaca beberapa ayat suci al-qur'an untuk mengusir kepanikanku, bismillah......
" Ya ALLAH, andaikan aku tadi ikhlas memaafkan kesalahan si pembuat spanduk, maka tolonglah hamba-Mu ini dengan meredakan hujan saat ini juga dan mudahkanlah aku untuk berangkat ke Lamongan... " kembali do'a aku bumbungkan ke udara yang semakin dingin.
Ajaib, subhanallah...
Hujan seketika itu, reda. Sejenak kemudian sang pembuat spanduk datang, dan sembari memohon maaf, ia menyodorkan spanduk pesanan kami
"Segala puji syukur bagi-Mu Ya Rabb, Tuhan sekalian alam... "
Fffiiuh...pantas ada sahabat di zaman Rasulullah SAW yang disebut oleh beliau sebagai ahli surga sampai tiga kali, ternyata amalannya "hanyalah" setiap malam menjelang tidur ia memaafkan dosa-dosa orang yang mendzoliminya seharian itu
"Astaghfirullah... " kalimat pendek yang menemani perjalanan malam itu ke kampung halamanku......